Jumat, 02 Desember 2016

kebudayaan pulau sumbawa ( NTB )



KEBUDAYAAN DAERAH PULAU SUMBAWA
Sejarah Pulau Sumbawa
Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1958. Secara geografis pulau Sumbawa terletak antara 116’ ; 42’ sampai 119 ; 05’ bujur Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan Samudra Hindia (Indonesia), disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah Timur oleh Selat Sape. Sebelum digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau Sumbawa merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang sebelum tahun 1950 bernama Provinsi Sunda Kecil, bersama dengan pulau Bali, Lombok, Sumba, Flores dan Timor Kepulauannya.
Ditinjau dari segi sejarah, di pulau Sumbawa sejak 500 tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20, yaitu Kerajaan Bima, Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan pemerintahan Adat dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi batas wilayah Kabupaten sekarang ini.
Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di pulau Sumbawa adalah kerajaan Pekat dan Tambora, hilang setelah meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1814 dan Kerajaan Sanggar digabungkan ke Kerajaan Bima pada tahun 1929, sebagai ganti daerah Manggarai di Flores yang dimasukkan ke wilayah Pulau Flores.
Bahasa Pulau Sumbawa
Bahasa Sumbawa atau Basa Samawa adalah bahasa yang dituturkan di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, yaitu wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Jumlah penuturnya sekitar 300.000 orang (1989). Dari segi linguistik, bahasa Sumbawa serumpun dengan bahasa Sasak. Kedua bahasa ini merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, yang pada gilirannya termasuk dalam satu kelompok “Utara dan Timur” dalam kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, diantaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan Ropang, seperti Labangkar, Lawen, serta penduduk disebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek Tongo. Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar keturunan etnik Bajau sangat berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat di Kampung Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu menjembatani segala kepentingan mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang relatif lebih maju akan cenderung memengaruhi kelompok masyarakat yang berada pada strata dibawahnya, maka bahasa pun mengalir dan menyebar selaras dengan perkembangan budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawa Besar yang cikal bakalnya berasal dari dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di Kesultanan Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat Sumbawa sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara otomatis menempati posisi sebagai dialek standar dalam Bahasa Sumbawa, artinya variasi sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar bahasa dan mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam Bahasa Sumbawa.
Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok-kelompok sosial di Sumbawa, maka Basa Samawa tidak hanya diterima sebagai bahasa pemersatu antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja, melainkan juga berguna sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang didukung oleh sebagian besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa Samawa berkembang dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para penuturnya, yakni etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), Cina (Tolkin dan Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa juga menyerap kosa kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang sehingga basa Samawa kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan tingkat kemapanan yang relatif tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah.
 Objek Wisata Budaya Pulau Sumbawa
 1. Dalam Loka
Istana Dalam Loka terbuat dari kayu yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III (sekitar tahun 1885 M). Saat ini digunakan sebagai “Museum Daerah Sumbawa” tempat penyimpanan benda-benda sejarah Kabupaten Sumbawa. Istana ini merupakan dua bangunan kembar ditopang atas tiang kayu besar sebanyak 99 buah, sesuai dengan sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asma’ul Husna). Di Dalam Loka ini kita dapat melihat ukiran motif khas daerah Samawa, sebagai ornamen pada kayu bangunannya. Miniatur Dalam Loka ini dapat dilihat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
2. Wisma Praja/Wisma Daerah
Merupakan Istana bangunan Belanda pada tahun 1932, digunakan sebagai tempat kediaman terakhir Sultan Kaharuddin III, melakukan kegiatan pemerintahan. Sekarang digunakan sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung dan kegiatan upacara atau resepsi yang bersifat formal, serta pertemuan kepemerintahan lainnya.
3. Bala Kuning
Bala kuning merupakan rumah tempat tinggal keluarga Sultan yang terakhir. Di sini dapat dijumpai benda-benda magis kerajaan, seperti Bodong, Sarpedang, Payung Kamutar, Tear (tombak/lembing), Keris, Qur’an tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al-Jawi (kurang lebih tahun 1784) pada saat Pemerintahan Sultan Harrunnurrasyid II (1770-1790) yang selalu terpelihara dengan baik.
4. Dusun Pamulung
Dusun Pamulung merupakan salah satu dusun yang termasuk dalam Wilayah Desa Karang Dima Kecamatan Labuan Badas, terletak sekitar 8 km dari kota Sumbawa Besar. Dusun ini merupakan lokasi desa wisata, karena di desa tersebut dapat disaksikan berbagai atraksi budaya daerah, seperti Karaci, Barapan Kebo, Tari-tarian tradisional serta musik tradisional.
5. Desa Tepal
Desa tradisional yang terletak 37 km dari pusat kota, masuk dalam wilayah Kecamatan Batu Lanteh ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau dengan berkuda. Desa Tepal menyimpan banyak budaya tradisional, karena masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat dan Budaya Samawa. Ini dapat dilihat dari cara berpakaian, cara hidup dan bentuk rumah yang unik, sehingga desa ini disebut juga Desa Adat.
6. Desa Poto
Salah satu desa di Kabupaten Sumbawa yang tetap memelihara kelestarian budaya daerah, seperti tenunan tradisional, pembuatan gerabah dan atraksi permainan rakyat, seperti pacuan kuda, karapan kerbau. Desa Poto yang letaknya di Kecamatan Moyo Hilir kira-kira 13 km dari kota Sumbawa besar dapat dijangkau dengan sarana transportasi darat yang senantiasa melayani trayek tersebut setiap hari.
7. Pulau Bungin
Lazimnya disebut sebagai pulau terpadat di dunia, karena kepadatan penduduknya mencapai 14.000 jiwa/km persegi. Dikenal juga sangat aman karena sejauh ini kehidupan masyarakatnya selalu rukun dan damai. Di pulau ini tidak akan ditemui lahan pertanian, perkebunan maupun peternakan. Lahan-lahan yang ada dimanfaatkan untuk membangun rumah tinggal. Untuk membangun rumah baru, mereka harus bergotong royong dengan cara menyusun batu karang yang telah dikumpulkan sebelumnya. Ketiadaan lahan diatas membawa keunikan tersendiri, karena ternak kambing milik penduduk setempat tidak hanya memakan dedaunan, tetapi juga kertas, ikan laut, dan kain-kain baju yang telah robek. Pulau Bungin masih berada dalam wilayah Kecamatan Alas atau 70 km dari kota Sumbawa besar. Untuk mencapai pulau ini tersedia perahu motor yang hilir mudik antara pulau Bungin dan Dermaga Alas atau melalui darat dengan kendaraan bermotor.
8. Pantai Saliper Ate
Saliper berarti pelipur lara atau penenang dan penyejuk. Ate berarti hati.  Sesuai dengan namanya Pantai Saliper Ate berarti pantai yang dapat menenangkan dan menyejukkan hati pengunjungnya. Terletak sekitar 5 km ke arah Barat Kota Sumbawa Besar. Lokasinya mudah dijangkau dengan transportasi darat (angkutan kota).
9. Pantai Kencana
Pantai Kencana yang jaraknya sekitar 11 km dari Kota Sumbawa Besar merupakan pantai yang cukup menawan. Dengan bentuk pantai yang melengkung dan di kedua ujung lengkungannya masing-masing memiliki rona tersendiri. Terutama di lengkungan bagian kanannya berdiri batu karang berbentuk alami dengan bolongannya yang setiap saat dicium ombak. Di sekitar pantai juga tersedia fasilitas wisata berupa cottage dengan bentuk bangunan khas daerah Sumbawa.
10 Samongkat
Objek wisata alam pegunungan ini berada pada ketinggian 450 meter diatas permukaan air laut, jaraknya 17 km dari Kota Sumbawa Besar. Daya tari objek wisata ini terletak pada kejernihan sungai-sungainya, jalan yang berliku-liku dengan pemandangan perbukitan dan lembah-lembah disepanjang jalan semakin menambah kesan eksotis objek wisata ini. Fasilitas yang tersedia antara lain kolam renang dan shelter.
11. Pulau Moyo
Pulau Moyo sudah menjadi obJek wisata yang dikenal baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, pemandangan bawah lautnya yang menjadi salah satu yang terbaik di dunia membuat pulau ini dikunjungi banyak wisatawan setiap tahunnya. Pulau Moyo terletak disebelah utara Sumbawa dan dimulut Teluk Saleh dengan luas 30 hektar. Pulau Moyo memiliki objek wisata darat dan laut yang indah dan alami. Hutan tropis pulau Moyo merupakan habitat kawanan rusa, sapi liar, babi hutan dan burung gosong (megapodius) yang dilindungi. Selain itu, pulau ini  juga memiliki air terjun bertingkat ai mata jitu. Wisata baharinya menyediakan panorama bawah laut yang indah untuk kegiatan menyelam (snorkling dan skuba diving). Bahkan mulai dari dermaga pulau Moyo sudah dapat dilihat ribuan ikan kecil. Lady Diana dari kerajaan Inggris dan Prince William dari kerajaan Belanda pernah datang berlibur ke Pulau Moyo.
12. Pantai Ai Manis
Terletak di daratan pulau Moyo yang berpasir putih dan pemandangan bawah laut dengan terumbu karang dan tropikal fish-nya yang menawan serta hutan tropis yang ada di sekitarnya  menjadikan Ai Manis sangat cocok bagi kegiatan camping, snorkling, dan sebagainya. Dari Ai Manis kita dapat menyaksikan tenggelamnya Matahari (Sunset). Jalan-jalan di hutan tropis sekitar Ai Manis akan tersaji secara alami berbagai jenis flora dan fauna, seperti rusa, sapi liar, babi hutan, burung koak kao, kakak tua, dan burung gosong yang dilindungi. Tidak jauh dari Ai Manis terdapat gua kelelawar. Ai Manis dapat ditempuh lebih kurang 30 menit dengan speed boat dari Ai Bari Kecamatan Moyo Hilir.
13. Liang Petang
Sebuah gua alam yang didalamnya terdapat batu mirip manusia, balai-balai (pantar), alat tenun, dan juga dipenuhi stalakmit dan stalaktit. Letaknya di Desa Batu Tering Kecamatan Moyo Hulu dengan jarak 29 km dari Kota Sumbawa Besar. Tidak jauh dari gua ini terdapat pula gua kelelawar (Liang Bukal).
14. Teluk Saleh
Merupakan gugusan berpasir putih dengan koralnya yang indah dan beraneka ragam ikan hias dengan airnya yang tenang, sangat cocok sebagai tempat berenang dan menyelam untuk melihat pemandangan bawah laut.  Teluk Saleh merupakan perairan yang kaya dengan aneka ikan laut, seperti ikan kerapu yang hasilnya telah diekspor ke berbagai negara, antara lain Jepang, Hongkong dan Singapura. Dari Teluk Saleh tampak jelas Gunung Tambora yang mempunyai kawah (Caldera) terluas di dunia. 
Kebudayaan dan Kesenian Pulau Sumbawa
1. Upacara Nyorong
Upacara Nyorong merupakan salah satu prosesi pernikahan putra-putri Sumbawa (Tau Samawa) Nusa Tenggara Barat. Upacara nyorong ini dilaksanakan setelah bakatoan (lamaran). Pihak laki-laki diterima oleh orangtua si wanita yang kemudian diteruskan dengan cara basaputis (memutuskan). Di dalam acara basaputis inilah ditentukan hari-hari baik untuk melaksanakan acara nyorong dalam sebuah prosesi pernikahan masyarakat Samawa. Disini Tau Samawa hanya mengenal istilah nyorong, meliputi barang yang diantar, orang yang mengantar dan pihak yang menerima.
2. Musik Tradisonal
Musik tradisional Sumbawa merupakan musik ritmis atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama, bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan, seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’ musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang  alat  musik  utamanya  justru  adalah genang (gendang) yang berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung (jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb. Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.
3. Ragam Ansambel Musik
Secara harfiah ansambel berarti kumpulan atau gabungan, dengan demikian ansambel musik berarti kumpulan alat musik. Di Indonesia terdapat beraneka ragam ansambel musik tradisi, seperti Ansambel Gordang Sambilan yang merupakan Musik Adat masyarakat Mandailing, Tapanuli Selatan, Ansambel Angklung Bungko dari Cirebon, dll. Di Kabupaten Sumbawa, dari hasil pendataan, ditemukan beberapa ansambel baru selain ansambel yang sudah ada, antara lain :
a. Ansambel Musik Gong Genang
Ansambel Musik Gong Genang adalah sekelompok alat musik tradisional Sumbawa yang dimainkan secara bersamaan dalam beberapa komposisi musik. Ansambel ini dapat juga dikatakan sebagai musik orkestranya Sumbawa. Ansambel Musik Gong Genang digunakan untuk mengiringi Tari Daerah Sumbawa, gentao, ngumang, beberapa upacara adat, dsb. Pada awalnya, ansambel ini hanya terdiri dari  genang, serune dan gong, namun pada perkembangan berikutnya, mendapat penambahan alat musik lainnya, yaitu palompong, santong srek, dll. Motor penggerak ansambel ini adalah genang yang berfungsi sebagai pembawa rhytme atau irama melalui temung (jenis pukulan) genang.
b. Ansambel Musik Ketong Kasalung
Ansambel Musik Ketong Kasalung merupakan sebuah ansambel yang seluruh alat musiknya terbuat dari bambu, dan digunakan untuk mengiringi sebuah tembang yang dibuat secara khusus dengan warna yang berbeda dengan tembang-tembang yang ada. Ansambel ini merupakan hasil eksperimentasi dari seniman Sumbawa yang berasal dari Kecamatan Lunyuk, yaitu Ace Let Luar dan kawan-kawannya. Nama-nama alat yang terdapat dalam ansambel ini adalah Ketong Salung, Ketong Ngentong, Ketong Kosok, Serune Pincuk Segantang, Genang Petung, Rebab Ketong, Sekapak, Serune Ode.
 c. Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer
Selain dari tiga ansambel diatas, juga terdapat satu lagi jenis ansambel di Sumbawa, yaitu Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer. Ansambel ini merupakan gabungan dari alat musik tradisional dengan tradisional, dan tradisional dengan modern. Ansambel ini sudah beberapa kali dipentaskan, dan merupakan ajang uji coba bagi para pemusik Sumbawa.
4. Main Jaran
Dalam kebudayaan Sumbawa memiliki suatu permainan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Permainan tersebut adalah main jaran “pacuan kuda”. Main Jaran merupakan suatu permainan keahlian memacu kuda oleh seorang joki. Permainan ini sangat digemari oleh masyarakat setempat bahkan masyarakat dari luar pulau Sumbawa sengaja datang untuk menyaksikan kegiatan permainan tersebut.
5. Berapan Kebo
Di Kabupaten Sumbawa Barat, terdapat budaya balapan hewan, yaitu Barapan Kebo, yang artinya adalah Balapan Kerbau. Barapan Kebo dilombakan di dalam sawah yang berair karena disesuaikan dengan habitat kerbau yang memang suka dengan kubangan air. Menurut Bupati Sumbawa Barat, DR. KH. Dzulkifli Muhadli, MM., Barapan Kebo merupakan tradisi masyarakat Sumbawa sebelum masa tanam, sesudah masa panen. Barapan Kebo dilakukan selain sebagai rasa syukur atas hasil panen, juga untuk menggemburkan tanah yang akan ditanam. Di samping itu, Barapan Kebo adalah sebuah kegembiraan dan kebersamaan.
KESIMPULAN
Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1958. Secara geografis pulau Sumbawa terletak antara 116’ ; 42’ sampai 119 ; 05’ bujur Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan Samudra Hindia (Indonesia), disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah Timur oleh Selat Sape. Sebelum digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau Sumbawa merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang sebelum tahun 1950 bernama Provinsi Sunda Kecil, bersama dengan pulau Bali, Lombok, Sumba, Flores dan Timor Kepulauannya.
Bahasa Sumbawa atau Basa Samawa adalah bahasa yang dituturkan di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, yaitu wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Jumlah penuturnya sekitar 300.000 orang (1989). Dari segi linguistik, bahasa Sumbawa serumpun dengan bahasa Sasak. Kedua bahasa ini merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, yang pada gilirannya termasuk dalam satu kelompok “Utara dan Timur” dalam kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, diantaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan Ropang, seperti Labangkar, Lawen, serta penduduk disebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek Tongo.
Objek wisata budaya yang ada di Pulau Sumbawa adalah Dalam Loka, Wisma Praja/Wisma Daerah, Bala Kuning, Dusun Pamulung, Desa Tepal, Desa Poto, Pulau Bungin, Pantai Saliper Ate, Pantai Kencana, Samongkat, Pulau Moyo, Pantai Ai Manis, Liang Petang, dan Teluk Saleh.
Sedangkan kebudayaan dan kesenian yang ada di Pulau Sumbawa beraneka ragam, seperti Upacara Nyorong, Musik Tradisional, Ragam Ansambel Musik yang meliputi Ansambel Musik Gong Genang, Ansambel Musik Ketong Kasalung, dan Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer, Main Jaran, serta Berapan Kebo.
SARAN
Menurut Saya, kebudayaan merupakan bentuk dan kreasi masyarakat penduduk yang memiliki ciri khas tentang kebudayaan tersebut. Adapun kebudayaan daerah tersebut sudah sejak lama dikenal dan dilakukan sehingga telah menjadi suatu tradisi yang dilakukan secara turun-temurun dikalangan masyarakatnya dan dari kebudayaan tersebut patut bisa dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat daerah itu sendiri.
Maka marilah kita sebagai masyarakat harus menyadari bahwa lingkungan alam yang berada disekitar kita khususnya Pulau Sumbawa adalah keindahan alam yang harus dijaga dan dilestarikan.
SUMBER :
  1. http://sejarahsumbawa.blogspot.com/p/v-behaviorurldefaultvmlo_2864.html
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sumbawa
  3. http://detydadarasamawa.blogspot.com/p/blog-page_27.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar